Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI TAKENGON
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2021/PN Tkn 1.Armansyah Spd
2.Ibnu Hajar s
3.Nasrullah Isa
4.Nurjannah
KEPALA KEJAKSAAN NEGERI ACEH TENGAH Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 09 Agu. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penahanan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2021/PN Tkn
Tanggal Surat Senin, 09 Agu. 2021
Nomor Surat 09 Agustus 2021
Pemohon
NoNama
1Armansyah Spd
2Ibnu Hajar s
3Nasrullah Isa
4Nurjannah
Termohon
NoNama
1KEPALA KEJAKSAAN NEGERI ACEH TENGAH
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

LAW OFFICE

“ ANITA SUSILAS,S.H & ASSOCIATES ”

ADVOKAT & KONSULTAN HUKUM

Komplek Mutatuli Indah Blok C No.39 Medan                    082166424700-082160417730-081375251416

 

 

                                                                                                                                                                   

                                                                                                   Takengon, 9 Agustus 2021

 

 

Perihal : PERMOHONAN PRA PERADILAN

 

 

Kepada Yth :

Ketua Pengadilan Negeri Takengon

Di-

      Takengon

 

Dengan hormat,

 

Kami yang bertanda tangan dibawah ini: ANITA SUSILAS,S.H,. JIMMY ALBERTINUS, S.H,M.H,. SHUBHAN AFIF BATUBARA,S.H,. DIAN RIZKY FAUZI,S.H,. SABAR IMAN,S.H,. dan SYAIFUL ANWAR,S.H,. masing-masing Advokat/Konsultan Hukum yang tergabung pada Law Office “ANITA SUSILAS,SH & ASSOCIATES” yang beralamat di Komplek Mutatuli Indah Blok C No.39 Kota Medan, yang akan bertindak baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 6 Agustus 2021 (terlampir), dari dan oleh karena itu bertindak untuk dan atas nama kepentingan hukum Klien kami :

 

  1. ARMANSYAH,S.Pd, (Lk), Kewarganegaraan Indonesia, Tempat/Tgl Lahir, Hakim Wih Ilang/15 Juni 1978, Agama Islam, Pekerjaan, Guru, Alamat, Kung, Desa Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh;

 

  1. IBNU HAJAR S, (Lk), Kewarganegaraan Indonesia, Tempat/Tgl Lahir, Samar Kilang/6 Desember 1973, Agama Islam, Pekerjaan, Petani, Alamat, Kung, Desa Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh;

 

  1. NASRULLAH ISA, (Lk), Kewarganegaraan Indonesia, Tempat/Tgl Lahir, Takengon/18 Maret 1978, Agama Islam, Pekerjaan, Wiraswasta, Alamat, Kung, Desa Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh;

 

  1. NURJANAH, (pr), Kewarganegaraan Indonesia, Tempat/Tgl Lahir, Pondok Uluh/1 Juli 1975, Agama Islam, Pekerjaan, Petani, Alamat, Kung, Desa Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh;

 

untuk selanjutnya mohon disebut sebagai ……………………..……… PARA PEMOHON;

 

Dengan ini mengajukan permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan terhadap :

KEPALA KEJAKSAAN NEGERI ACEH TENGAH yang berkedudukan di Jl.Labe Kadir, Bujang, Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh 24519, untuk selanjutnya mohon disebut sebagai ………………………………………………..………………... TERMOHON;

 

Adapun Permohonan Pra Peradilan ini didasarkan atas alasan-alasan sebagai berikut :

 

  1. FAKTA HUKUM

 

  1. Bahwa Permohonan Praperadilan ini diajukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mana di dalam Pasal 77 berbunyi :

 

“ Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

 

  1. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

 

  1. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya   dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

  1. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan;

 

  1. Bahwa Pasal 95 KUHAP menyebutkan :

 

(1) Tersangka, terdakwa atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;

 

(2) tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang;

 

 

 

 

  1. Tentang Kasus Posisi :

 

  1. Bahwa Para Pemohon adalah warga masyarakat yang telah lama tinggal dan berdomisili secara turun temurun di Paya Sangor Desa Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh dan menguasai tanah adat atau tanah ulayat yang dimiliki oleh warga Paya Sangor Desa Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah untuk berladang atau bertani;
  2. Bahwa Para Pemohon dan warga Paya Sangor Desa Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh ada memiliki tanah adat atau tanah ulayat yang dimiliki atau diperoleh secara turun temurun sejak tahun 1962;
  3. Bahwa pada tahun 1962 telah terjadi kesepakatan antara Pemerintah dengan masyarakat Paya Sangor Kampung Kung, yang ketika itu menghasilkan kesepakatan jika tanah masyarakat Kampung Kung Paya Sangor akan diganti di Wih Ilang oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah akan tetapi hingga saat ini tidak terpenuhi;
  4. Bahwa adapun rencana Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk mengganti tanah masyarakat Desa/Kampung Kung ke Wih Ilang tersebut adalah dikarenakan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah berencana untuk membangun Bandara atau lapangan terbang dilokasi tanah yang dimiliki oleh warga desa kung tersebut, akan tetapi hingga saat ini rencana Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah tersebut tidak jadi terealisasi untuk membuat bandara di kawasan tanah adat/ulayat kampung kung tersebut;
  5. Bahwa pada tahun 1963 PT.Kertas Kraf Aceh (PT.KKA) ingin menggunakan tanah adat/ulayat yang dimiliki oleh warga desa kung paya sangor tersebut untuk pabrik pengolahan kertas dan hal ini juga tidak terealisasi hingga saat ini;
  6. Bahwa pada tahun 1964 PT.Kertas Kraf Aceh (PT.KKA) juga ingin mendirikan lokasi rekreasi tempat wisata atas tanah adat yang dimiliki oleh warga Desa Kung Paya Sangor  tersebut dan hal ini juga tidak terealisasi hingga saat ini;
  7. Bahwa oleh karena PT.Kertas Kraf Aceh (PT.KKA) tidak jadi memakai tanah adat yang dimiliki oleh warga desa kung paya sangor tersebut, maka pada tahun 1965 PT.Kertas Kraf Aceh (PT.KKA) mengembalikan nya kepada masyarakat desa kung paya sangor;
  8. Bahwa tanah adat atau tanah ulayat Paya Sangor Desa Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh yang telah dimiliki serta digarap oleh Para Pemohon dan warga Desa Kung seluas ± 26 Ha (dua puluh enam hektar) hingga saat ini masih dikuasai oleh warga Paya Sangor Desa Kung;
  9. Bahwa Para Pemohon adalah warga Paya Sangor Desa Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh yang juga ikut menggarap tanah adat tersebut yang masing-masing menguasai tanah seluas 2 Ha (dua hektar);
  10. Bahwa adalah hal yang aneh tapi nyata jika Pelapor Yusri Imran yang bukan warga Paya Sangor Kampung Kung, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah bisa datang mengaku-ngaku serta menggarap dan memiliki tanah di tanah adat warga Paya Sangor Desa Kung tersebut;
  11. Bahwa Pelapor juga telah menggarap tanah di tanah adat warga Paya Sangor Desa Kung sehingga menimbulkan konflik kepada Para pemohon dan warga Paya Sangor Desa Kung hingga berujung bentrok dan saling lapor di Kepolisian Resor Aceh Tengah;
  12. Bahwa perbuatan Pelapor yang telah menggarap tanah di Paya Sangor Desa Kung yang bukan merupakan Warga Paya Sangor Desa Kung jelas merupakan Perbuatan Melawan Hukum yang sangat merugikan Para Pemohon dan warga Paya Sangor Desa Kung;
  13. Bahwa tanah adat/ulayat Paya Sangor Kampung Kung Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah adalah tanah peninggalan leluhur masyarakat Paya Sangor, hal tersebut sudah diakui oleh perwakilan masyarakat dan Saraq Opat Kampung Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah dengan Majelis Adat Gayo Kabupaten Aceh Tengah;
  14. Bahwa berdasarkan kajian dan definisi tanah ulayat dan tanah hak Territorial-Geneologis, disimpulkan bahwa tanah adat leluhur Paya Sangor yang terletak di Desa Kung merupakan tanah adat yang masuk ke dalam kategori Tanah Hak Teritorial-Geneologis karena bersumber dari keturunan dalam ikatan pertalian darah dan atau kekerabatan yang dalam hukum adat gayo hak Territorial-Geneologis ini disebut dengan Hak Manah Jati dan Hak Manah Tali;
  15. Bahwa tanah adat atau tanah ulayat adalah tanah bersama yang dimiliki berdasarkan peninggalan nenek moyang yang merupakan masyarakat hukum adat sebagai unsur pendukung utama menuju perlindungan sosial dan tindakan pencegahan agar tidak terjadi perselisihan sosial di kemudian hari, tindakan Perlindungan sosial tersebut merujuk pada Putusan MK No.35/PUU-IX/2012;
  16. Bahwa tanah adat atau tanah ulayat juga dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria yang menjelaskan bahwa kepemilikan masyarakat adat terhadap tanah ulayat sudah ada sebelum Indonesia merdeka;

 

  1. Bahwa didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B Ayat (2) menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisioanalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Bahwa menurut Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menyebutkan suatu masyarakat hukum adat diakui keberadaannya jika menurut kenyataan nya memenuhi unsur antara lain :
  1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban.
  2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya.
  3. Ada wilayah hukum ada yang jelas.
  4. Ada pranata dan perangkat hokum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati.
  5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
  1. Bahwa warga masyarakat Paya Sangor Desa Kung Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah masih memiliki atau memenuhi semua unsur-unsur yang dimaksud  dalam Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang kehutanan tersebut, karena hal tersebut masih terjaga dengan baik di wilayah adat paya sangor desa kung hingga saat ini;
  2. Bahwa Para Pemohon dan Warga Paya Sangor Desa Kung memiliki bukti-bukti yang menyatakan jika tanah yang terletak di Desa Kung Paya Sangor tersebut adalah tanah adat atau tanah ulayat yakni sbb :
  1. Surat permintaan rekomendasi tanah adat Paya Sangor.
  2. Surat pernyataan bersama tanah adat/tanah leluhur Kampung Kung Kecamatan Pegasing.
  3. Surat keterangan Reje Kampung Kala Pegasing.
  4. Surat keterangan Reje Simpang Kelaping.
  5. Surat pengembalian tanah dari PT.KKA tahun 1965 beserta peta wilayah.
  6. Berita acara kesepakatan Tapal Kampung Kung dengan Kala Pegasing.

 

  1. Bahwa setelah terjadinya bentrokan antara warga Paya Sangor Desa Kung dengan Pelapor Yusri Imran, Para Pemohon diperiksa atau diambil keterangan nya oleh Penyidik di Kepolisian Resor Aceh Tengah, Para Pemohon kemudian ditetapkan sebagai tersangka akan tetapi tidak dilakukan penahanan oleh Kepolisian Resor Aceh Tengah;

 

  1. Bahwa Para Pemohon melalui Kuasa nya telah memberitahukan kepada Termohon jika Para Pemohon sedang melakukan gugatan secara perdata kepada Pelapor Yusri Imran dkk yang terdaftar di Pengadilan Negeri Takengon dengan Register Perkara Nomor : 6/Pdt.G/2021/PN.Tkn sebagaimana Surat Para Pemohon melalui kuasanya Nomor : 06/SK.L.O.A.S/VIII/2021 tanggal 5 Agustus 2021;

 

  1. Bahwa Termohon sama sekali tidak mempertimbangkan surat dari Para Pemohon tersebut, meskipun Para Pemohon sudah memberitahukan kepada Termohon jika yang menjadi objek dalam laporan Pelapor adalah tanah yang terletak di Paya Sangor Desa Kung, dan Para Pemohon sedang menempuh upaya hukum yakni gugatan Perdata untuk menentukan status kepemilikan atas tanah tersebut, akan tetapi Termohon mengindahkan nya dan tetap melakukan penahanan terhadap Para Pemohon;

 

  1. Bahwa kemudian Termohon mengeluarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-661/I.1.17/rt.3/Eku.2/08/2021, Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-662/I.1.17/rt.3/Eku.2/08/2021, Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-663/I.1.17/rt.3/Eku.2/08/2021, Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-664/I.1.17/rt.3/Eku.2/08/2021, tanggal 5 Agustus 2021 yang diduga melanggar dalam Pasal 170 Ayat 1 KUH Pidana;

 

  1. Bahwa Para Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan oleh Termohon, tanpa terlebih dahulu dilakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang berbunyi “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

 

  1. Bahwa Termohon jelas telah keliru dengan menahan Para Pemohon dan menuduh Para Pemohon sebagai pelaku pengrusakan, padahal status kepemilikan atas tanah tersebut sedang dipersengketan secara perdata oleh Para Pemohon di Pengadilan Negeri Takengon yakni Register Nomor 6/Pdt.G/2021/Pn.Tkn;

 

  1. Bahwa sudah jelas dan nyata sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (“Perma 1/1956”). dalam pasal 1 Perma 1/1956 tersebut dinyatakan :

 

“Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdat

  1. Bahwa dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1980 pada Huruf Romawi II angka 3 dan 4 menyebutkan :

II. “Prejudicieel geschil

3. dalam hal ini diputuskan ketentuan perdata dulu sebelum dipertimbangkan penuntutan pidana.

4. “Question Prejudicielle au Jugement”menyangkut permasalahan yang diatur dalam pasal 81 KUHP; pasal tersebut sekedar memberi kewenangan, bukan Kewajiban, kepada Hakim Pidana untuk menangguhkan pemeriksaan, menunggu putusan Hakim Perdata mengenai persengketannya

 

  1. Bahwa dalam Surat Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor B-230/E/EJP/01/2013 tanggal 22 Januari 2013 perihal Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum Yang Objek nya Berupa Tanah dalam angka 6 menyebutkan :

 

6.jika menangani suatu kasus yang objeknya berupa tanah, dimana terdapat adanya gugatan perdata atas barang (tanah) atau tentang suatu hubungan hukum (jual beli) antara 2 (dua) pihak tertentu, maka perkara pidum yang bersangkutan dapat ditangguhkan/dipending dan menunggu putusan pengadilan dalam perkara perdatanya dengan mempedomani ketentuan :

- Pasal 81 KUHP.

- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956.

- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980.

- Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 413/K/KR/1980 tanggal 26 Agustus 1980 Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor : 129K/KR/1979 tanggal 16 April 1980 Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor :628K/Pid/1984 tanggal 22 Juli 1985.

 

  1. Bahwa  Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (“Perma 1/1956”) telah Para Pemohon beritahukan dan sampaikan kepada Termohon akan tetapi Termohon mengindahkan nya, bahkan Termohon menjawab jika “Perma No.1 Tahun 1956 tersebut “ini semua menurut kami hanya berlaku pada pengadilan negeri kepada kami ini tidak mengikat ujar Nazamudin,SH”

(Jawaban Termohon di Media Online Metroone news.com tanggal 5 Agustus 2021);

 

  1. Bahwa sudah jelas dan nyata jika Termohon tidak bisa membedakan antara Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), yang dimaksud oleh Termohon tersebut adalah SEMA yang berlaku di pengadilan dan menjadi pedoman untuk hakim dalam menangani suatu perkara, sedangkan PERMA adalah suatu peraturan yang mengikat semua pihak dan berlaku untuk hukum acara karena PERMA setingkat dengan Peraturan Pemerintah (PP);

 

  1.  Bahwa lebih jauh jika Termohon tidak mematuhi Perma No.1 Tahun 1956 tersebut, seharusnya Termohon mematuhi Surat Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor B-230/E/EJP/01/2013 tanggal 22 Januari 2013 Perihal Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum Yang Objek nya Berupa Tanah, karena di surat yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia tersebut jelas menyebutkan “perkara pidum yang bersangkutan dapat ditangguhkan/dipending dan menunggu putusan pengadilan dalam perkara perdatanya”;

 

  1. TENTANG PENYALAHGUNAAN WEWENANG YANG DILAKUKAN TERMOHON.

 

  1. Bahwa Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP, penyelidikan diartikan sebagai “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukannya penyidikan”. Sedangkan penyidikan ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, yaitu “ serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”;

 

  1. Bahwa dari pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP, maka untuk mencapai proses penentuan Tersangka dan proses penahanan, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan);

 

  1. Bahwa untuk itu diperlukan keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian peristiwa sehingga dapat ditentukan tentang ada tidaknya suatu peristiwa pidana;

 

  1. Bahwa setelah proses tersebut dilalui, maka dilakukan rangkaian tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi. Untuk itu kembali lagi haruslah dilakukan tindakan-tindakan untuk meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telah menjadi jelas dan terang, dan oleh karenanya dapat ditentukan siapa tersangkanya. Rangkaian prosedur tersebut merupakan cara atau prosedur hukum yang wajib ditempuh untuk mencapai proses penentuan tersangka. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik tidak sewenang-wenang mengingat seseorang mempunyai hak asasi yang harus dilindungi;

 

 

 

 

 

 

  1. Bahwa berdasarkan pendapat Guru Besar Hukum Pidana Indonesia, Eddy OS Hiariej, dalam bukunya yang berjudul Teori dan Hukum Pembuktian, untuk menetapkan seseorang sebagai TERSANGKA, dan menahan seseorang Termohon haruslah melakukannya berdasarkan “bukti permulaan”. Eddy OS Hiariej kemudian menjelaskan bahwa alat bukti yang dimasudkan di sini adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, apakah itu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa ataukah petunjuk;

 

  1. Bahwa Eddy OS Hiariej berpendapat bahwa kata-kata ‘bukti permulaan’ dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP, tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence. Selanjutnya untuk menakar bukti permulaan, tidaklah dapat terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada tersangka;

 

  1. Bahwa hal tersebut sangat terkait dengan ranah hukum pembuktian, oleh karenanya perlu dijelaskan lebih lanjut perihal pembuktian yang ditulis dalam buku Eddy OS Hiariej tersebut di atas, bahwa dalam konteks hukum pidana, pembuktian merupakan inti dari persidangan perkara pidana, karena yang dicari dalam hukum pidana adalah kebenaran materiil. Kendatipun demikian pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai sejak tahap penyelidikan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan;

 

  1. Bahwa pada tahap ini sudah terjadi pembuktian, dengan tindak penyidik mencari barang bukti, maksudnya guna membuat terang suatu tindak pidana serta menentukan atau menemukan tersangkanya.Tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan yang leluasa sendiri dalam menilai alat bukti, dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.

 

  1. Bahwa pembuktian dipandang sebagai sesuatu yang tidak memihak, objektif dan memberikan informasi kepada hakim untuk mengambil kesimpulan dari suatu kasus yang sedang disidangkan.Terlebih dalam perkara pidana, pembuktian sangatlah esensi karena yang dicari dalam perkara pidana adalah kebenaran materiil. Berbeda dengan pembuktian perkara lainnya, pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai dari tahap pendahuluan, yakni diawali pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Pada tahap pendahuluan/penyelidikan tersebut, tata caranya jauh lebih rumit bila dibandingkan dengan hukum acara lainnya. Namun, dalam hal ini Termohon seolah acuh tak acuh terhadap segala hal yang sangat prinsipil tersebut;

 

 

  1. Bahwa sudah jelas dan nyata jika objek perkara dalam perkara Para Pemohon tersebut yakni tanah yang terletak di Paya Sangor Desa Kung tersebut sedang diuji secara perdata di Pengadilan Negeri Takengon oleh Para Pemohon untuk menentukan status kepemilikan tanah tersebut;

 

  1. Bahwa oleh karenanya menurut Para Pemohon sudah seharusnya hukum dapat digunakan untuk melakukan koreksi oleh Pengadilan terhadap tindakan penahanan terhadap diri Para Pemohon oleh Termohon yang dilakukan secara melanggar Asas Kepastian Hukum itu, dengan menyatakan secara tegas bahwa Penahanan terhadap Para Pemohon adalah tidak sah dan cacat yuridis;

 

  1. Tentang Verifikasi Unsur Juridis Dengan Fakta-Fakta

 

  1. Bahwa Termohon telah menerbitkan Surat Perintah Penahanan terhadap diri Para Pemohon terhitung dari tanggal 5 Agustus 2021 s/d 24  Agustus 2021 dengan alasan para Pemohon diduga keras melakukan tindak pidana secara bersama sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 406 Kuhp Jo. Pasal 170 Ayat 1 KUH Pidana;

 

  1. Bahwa landasan Penahanan seseorang didasarkan pada Pasal 21 ayat 1 KUHAP (Hukum Acara Pidana), yang pada pokonya dapat dibagi menjadi dua segi penahanan, yaitu :
  1. Menyangkut segi subjektifitas Tersangka.
    • Keadaan yang menimbulkan kekhawatiran Tersangka :

             Akan melarikan diri

             Akan menghilangkan barang bukti

             Akan mengulangi tindak pidana.

  1. Segi objektifitas hukumnya (Substansinya),

           Tersangka :

-  “Diduga keras” sebagai pelaku delik

-  Dugaan keras itu didasarkan pada “Bukti yang cukup”.

 

  1. Bahwa bila Termohon cermat, Termohon tidak akan melakukan penahan terhadap diri Para Pemohon, kerena Para Pemohon yang datang sendiri ke Kejaksaan Negeri Takengon dan Status tanah yang menjadi permasalahan dalam perkara a quo sedang di gugat oleh Para Pemohon di Pengadilan Negeri Takengon Register Nomor 6/Pdt.g/2021/PN.Tkn;

 

  1. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 21 KUHAP diatas sudah jelas dan nyata Para Pemohon tidak akan melanggarnya karena pemohon yang datang kepada Termohon;

 

  1. Bahwa akan tetapi Termohon tidak mempertimbangkan aspek-aspek itu, karena itu Penahanan Para Pemohon tidak tepat dan tidak adil dan tidak berdasarkan hukum serta cacat formil kerena bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 1956;

 

  1. Bahwa menururt Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (“Perma 1/1956”). dalam pasal 1 Perma 1/1956 tersebut dinyatakan:

 

“Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”

 

  1. Bahwa dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1980 pada Huruf Romawi II angka 3 dan 4 menyebutkan :

II. “Prejudicieel geschil

3. dalam hal ini diputuskan ketentuan perdata dulu sebelum dipertimbangkan penuntutan pidana.

4. “Question Prejudicielle au Jugement”menyangkut permasalahan yang diatur dalam pasal 81 KUHP; pasal tersebut sekedar memberi kewenangan, bukan Kewajiban, kepada Hakim Pidana untuk menangguhkan pemeriksaan, menunggu putusan Hakim Perdata mengenai persengketannya

 

  1. Bahwa dalam Surat Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor B-230/E/EJP/01/2013 tanggal 22 Januari 2013 perihal Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum Yang Objek nya Berupa Tanah dalam angka 6 menyebutkan :

6.jika menangani suatu kasus yang objeknya berupa tanah, dimana terdapat adanya gugatan perdata atas barang (tanah) atau tentang suatu hubungan hukum (jual beli) antara 2 (dua) pihak tertentu, maka perkara pidum yang bersangkutan dapat ditangguhkan/dipending dan menunggu putusan pengadilan dalam perkara perdatanya dengan mempedomani ketentuan :

- Pasal 81 KUHP.

- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956.

- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980.

    - Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 413/K/KR/1980 tanggal 26 Agustus 1980 Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor : 129K/KR/1979 tanggal 16 April 1980 Jo Putusan Mahkamah Agung Nomor :628K/Pid/1984 tanggal 22 Juli 1985.

 

  1. Bahwa sudah jelas dan nyata jika perkara Para Pemohon tidak dapat dilanjutkan atau tidak dapat dilakukan Penahanan karena masih ada sengketa perdata nya yakni mengenai status tanah yang menjadi perkara dalam kasus a quo;

 

  1.  Fakta-Fakta Yang Ditemukan

 

  1. Bahwa Para Pemohon sedang mengajukan upaya hukum perdata di Pengadilan Negeri Aceh Tengah yakni Register Nomor : 6/Pdt.G/2021/PN.Tkn terkait status kepemilikan tanah atas tanah yang menjadi masalah dalam perkara pidana Para Pemohon;

 

  1. Bahwa Para Pemohon yang datang sendiri menemui Termohon di Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, dan bukannya ditangkap oleh Termohon ;

 

 

  1. Tentang Permohonan Para Pemohon

 

Bahwa berdasarkan segala uraian di atas, Para Pemohon dengan ini memohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Negeri Aceh Tengah, mohon kiranya berkenan menentukan hari persidangan Pra Peradilan ini pada suatu hari yang ditetapkan untuk itu, dengan  memanggil para pihak untuk bersidang, selanjutnya mengabulkan permohonan Para Pemohon dengan amarnya sebagai berikut :

 

Primair :

  1. Mengabulkan Permohonan Pra Peradilan Para Pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan penahanan yang dilakukan Termohon terhadap Para Pemohon adalah tidak sah;
  3. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-661/I.1.17/rt.3/Eku.2/08/2021, Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-662/I.1.17/rt.3/Eku.2/08/2021, Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-663/I.1.17/rt.3/Eku.2/08/2021, Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-664/I.1.17/rt.3/Eku.2/08/2021, tanggal 5 Agustus 2021 yang dikeluarkan oleh Termohon;
  4. Memerintahkan Termohon segera dan seketika untuk mengeluarkan dan membebaskan Para Pemohon dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Polres Aceh Tengah;

 

Subsidair: Dalam peradilan yang baik mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aquo Et Bono).

 

Pihak Dipublikasikan Ya